Menu

Mode Gelap
 

Headline · 28 Jun 2024 19:33 WIB · Waktu Baca

Bos Tambang Mangkir dari Undangan Mediasi dengan Forkopimda Salatiga


					Mediasi konflik hutan adat Papua yang diinisiasi Polres Salatiga dan dihadiri Forkopimda Salatiga, di Warung Joglo Bu Rini, Kota Salatiga, Rabu (26/6/2024). Perbesar

Mediasi konflik hutan adat Papua yang diinisiasi Polres Salatiga dan dihadiri Forkopimda Salatiga, di Warung Joglo Bu Rini, Kota Salatiga, Rabu (26/6/2024).

SALATIGA, Kabarjateng.id – Kuasa hukum Ketua Adat Sawe Suma, Alvares Guarino, menyayangkan ketidakhadiran bos tambang Nicholas Nyoto Saputro, yang juga pemilik Koperasi Bahana Lintas Nusantara di Salatiga, pada mediasi yang diinisiasi Polres Salatiga dan dihadiri Forkopimda Salatiga, Rabu (26/6/2024) kemarin.

“Nicho tidak hadir, mangkir dari undangan mediasi tersebut, padahal Forkopimda Salatiga hadir. Ibu Kapolres dan Kasat Intel hadir, Bapak Dandim dan jajarannya hadir, perwakilan Walikota hadir, perwakilan Kejaksaan hadir, perwakilan Denpom hadir, perwakilan Korem hadir,” terang Alvares, saat dihubungi via WhatsApp, Jumat (28/6/2024).

Alvares sangat menyesalkan ketidakhadiran Nicholas Nyoto Saputro, padahal ini adalah undangan resmi yang dihadiri oleh Forkopimda Kota Salatiga. Semua pihak hadir dalam kondisi sejuk dan dengan semangat perdamaian.

“Kenapa Nicho tidak mau hadir? Ini sangat tidak menghargai undangan dari Ibu Kapolres. Sangat disayangkan Nicho mangkir dari acara tersebut. Semoga pada acara mendatang, bos Nicho bisa hadir agar kita dapat menemukan solusi terbaik untuk semua pihak dan tidak mangkir lagi,” ujar Alvares.

Lebih lanjut, Alvares mengatakan akan terus mengupayakan penyelesaian secara kekeluargaan, meskipun Polres Salatiga dan jajarannya meminta upaya hukum.

“Kami belum memutuskan untuk menempuh jalur hukum, karena prosesnya cukup panjang dan hutan sudah dibabat. Yang paling efektif adalah dengan adanya itikad baik dari bos tambang Nicho untuk menyelesaikan secara kekeluargaan,” imbuhnya.

“Jika melakukan upaya hukum, harus menunggu 3 hingga 4 tahun untuk keputusan inkrah (berkekuatan hukum tetap). Selama waktu tersebut, bisa timbul bencana banjir dan longsor yang sangat merugikan warga Sawe Suma,” pungkas Alvares.

Sebagai informasi, konflik antara warga Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua bermula saat investor tambang asal Salatiga, yang juga pemilik Koperasi BLN berniat untuk investasi pembukaan tambang emas.

Setelah serangkaian survei dan pembicaraan dengan ketua adat, pada 20 Februari 2024 terjadi kerja sama sistem bagi hasil. Namun, pihak perusahaan justru membabat hutan tanpa izin terlebih dahulu. Hingga saat ini, pembayaran kompensasi belum juga dilakukan.

Ketua Adat Sawe Suma menginginkan investor tambang tersebut bertanggung jawab atas kerusakan hutan setelah pembukaan lahan. (lim)

Artikel ini telah dibaca 7 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Baca Lainnya

Ahmad Luthfi Dukung Seniman Jateng Tembus Panggung Dunia, Jadikan Seni sebagai Sarana Diplomasi dan Promosi Budaya

8 Oktober 2025 - 23:18 WIB

Dana Transfer Daerah Menurun, Ahmad Luthfi Tegaskan Kondisi Fiskal Jateng Tetap Aman

8 Oktober 2025 - 22:31 WIB

Bupati Batang Faiz Kurniawan Resmikan TMMD Sengkuyung Tahap IV di Desa Wringingintung

8 Oktober 2025 - 21:27 WIB

TMMD Sengkuyung Tahap IV Resmi Dibuka, Wali Kota Semarang Tekankan Kolaborasi dan Gotong Royong

8 Oktober 2025 - 18:40 WIB

Dukung Program Tanam Raya Nasional Kuartal IV, Kapolres Semarang Tanam Jagung di Lahan 7.000 m²

8 Oktober 2025 - 18:29 WIB

Trending di Daerah