SEMARANG, Kabarjateng.id – Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, menekankan agar pemerintah kabupaten/kota di wilayah Jateng tetap berhati-hati dalam merumuskan kebijakan terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurutnya, upaya peningkatan PAD tidak boleh berakhir dengan membebani masyarakat, terlebih di tengah penurunan dana transfer dari pemerintah pusat.

Pesan ini disampaikan Sumarno usai mengikuti Rapat Paripurna DPRD Jawa Tengah pada Selasa (23/9/2025).
Ia menjelaskan bahwa adanya pengurangan dana transfer dari pusat harus menjadi perhatian serius dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026.
“Jangan sampai kita menyusun anggaran dengan asumsi dana transfer masih sama seperti tahun 2025, padahal realitanya berkurang signifikan. Jika dipaksakan, bisa terjadi defisit karena belanja sudah dipasang, tapi dananya tidak ada,” tegasnya.
Dalam pidato kenegaraan pada 17 Agustus lalu, Presiden Prabowo Subiyanto menyampaikan nota keuangan RAPBN 2026 yang menetapkan alokasi transfer ke daerah sebesar Rp650 triliun.
Jumlah ini lebih rendah 29,34 persen dibandingkan APBN 2025 yang mencapai Rp919,9 triliun.
Meski pemerintah pusat bersama DPR RI telah menyetujui tambahan anggaran Rp43 triliun, menurut Sumarno, hal tersebut belum cukup menutupi penurunan sekitar Rp300 triliun.
Dampaknya, Jawa Tengah diperkirakan kehilangan potensi pendapatan hingga Rp1,4 triliun.
Sumarno mengakui kondisi ini menempatkan pemerintah daerah pada posisi dilematis.
Sumber utama PAD berasal dari konsumsi masyarakat, seperti pajak kendaraan bermotor, pajak rokok, pajak hotel dan restoran, serta pajak penerangan jalan.
“Kalau daerah didorong meningkatkan pendapatan, secara otomatis akan bersinggungan dengan masyarakat karena basisnya konsumsi. Ini berbeda dengan pajak yang dikelola pusat, yang umumnya berbasis investasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, sesuai Undang-Undang Keuangan Negara, sektor investasi memang dikelola pemerintah pusat untuk menghindari ketimpangan antarwilayah.
Oleh karena itu, kebijakan transfer dana masih menjadi instrumen penting pemerataan pembangunan.
“Dengan kondisi seperti ini, jangan sampai langkah percepatan PAD justru memberatkan warga. Kebijakan yang diambil harus betul-betul mempertimbangkan dampak akhirnya pada masyarakat,” pungkas Sumarno. (sr)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.