SEMARANG, Kabarjateng.id – Pemerintah Kota Semarang menunjukkan keseriusannya dalam memperkuat pendidikan inklusi.
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, mengajak para tokoh pendidikan, praktisi, dan perwakilan lembaga terkait untuk berdiskusi bersama dalam forum Ngobrol Penting Stakeholder Pendidikan Kota Semarang atau “Ngopi Bareng”, yang berlangsung di Quest Hotel Simpang Lima, Jumat (19/9/2025).

Agustina menjelaskan, kegiatan ini bukan sekadar ajang temu wicara, melainkan ruang strategis untuk merumuskan arah kebijakan pendidikan inklusi di tahun 2026.
Menurutnya, setiap anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus, harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam menyalurkan potensi.
“Anak-anak istimewa juga punya kelebihan yang harus kita dukung. Ada yang punya minat di olahraga tinju, ada pula yang mahir bermain piano. Pemerintah kota akan berupaya menyediakan wadah kompetisi sesuai bakat, agar mereka bisa mengukir prestasi, tidak hanya di Semarang, tetapi juga di kancah nasional hingga internasional,” tegasnya.
Wali kota juga mencontohkan keberhasilan generasi muda asal Semarang yang berhasil menjadi finalis batik Kalijati di Malaysia.
Menurutnya, pencapaian tersebut bisa menjadi inspirasi bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berprestasi.
“Kami ingin menjadikan kisah sukses itu sebagai teladan yang dapat memotivasi anak-anak lainnya untuk terus berkarya,” tambah Agustina.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramushinto, menyoroti pentingnya peningkatan kompetensi tenaga pendidik agar pendidikan inklusi berjalan optimal.
“Jumlah guru bersertifikasi pendidik khusus masih minim. Hal ini menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi. Masukan dari forum ini akan kami gunakan sebagai bahan rekomendasi dalam penyusunan RKPD tahun 2026,” jelasnya.
Bambang menambahkan, Pemkot sebenarnya telah memiliki dasar hukum melalui Peraturan Wali Kota Nomor 76 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.
Aturan tersebut mewajibkan semua sekolah untuk menerima anak berkebutuhan khusus dan memberikan layanan sesuai kebutuhan mereka.
Namun, ia mengakui bahwa mendidik anak dengan kebutuhan khusus memerlukan keterampilan khusus.
“Saat ini baru ada 15 Guru Pembimbing Khusus (GPK). Idealnya, minimal setiap sekolah memiliki satu guru dengan kualifikasi khusus,” ungkapnya.
Ke depan, Pemkot Semarang juga akan memperkuat kolaborasi dengan berbagai lembaga, salah satunya Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) yang memiliki unit layanan disabilitas.
Dengan kerja sama ini, diharapkan anak-anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh akses pendidikan yang lebih luas, berkualitas, dan menyeluruh. (day)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.