JEPARA, Kabarjateng.id – Keluhan masyarakat Jepara mengenai praktik penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah negeri kembali mencuat. Banyak orang tua merasa terbebani karena biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli LKS setiap semester cukup tinggi.
Seorang warga Desa Keling, Kecamatan Keling, berinisial YN (37) menegaskan bahwa sekolah negeri seharusnya terbebas dari pungutan tambahan yang memberatkan wali murid.

“Idealnya tidak ada lagi kewajiban membeli LKS. Saya berharap Bupati Jepara, Witiarso Utomo, berani mengambil langkah tegas agar praktik ini benar-benar dihentikan,” ujarnya, Kamis (18/9).
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Jepara, Ali Hidayat, saat rapat koordinasi dengan Komisi C DPRD Jepara pada Maret 2025 lalu, menyatakan bahwa LKS bukanlah kewajiban. Menurutnya, siswa memiliki kebebasan untuk membeli atau tidak membeli.
Namun, di lapangan kondisi berbeda. DW (40), warga Desa Pecangaan Kulon, mengatakan bahwa meskipun secara aturan LKS tidak diwajibkan, siswa tetap merasa terpaksa membeli.
“Harga LKS tidak murah. Orang tua dengan ekonomi menengah ke bawah jelas keberatan. Apalagi jumlah mata pelajaran cukup banyak,” ungkapnya.
DW yang pernah menjadi anggota komite sekolah memaparkan, untuk jenjang SD, siswa biasanya harus membeli 6–7 LKS dengan total harga antara Rp125.000 hingga Rp150.000 per semester.
Sedangkan di tingkat SMP, jumlahnya bisa mencapai 11 mata pelajaran dengan kisaran biaya Rp300.000–Rp350.000.
Karena satu tahun ajaran terdiri dari dua semester, beban biaya itu otomatis menjadi dua kali lipat.
Jika dihitung, satu SMP negeri dengan jumlah siswa sekitar 250 orang dari kelas 7 hingga kelas 9 dapat menghasilkan omzet penjualan LKS sekitar Rp76,8 juta per semester.
Dalam setahun, nilainya bisa mencapai Rp153,6 juta. Jumlah tersebut baru dari satu sekolah. Jika ditotal dengan seluruh sekolah negeri di Kabupaten Jepara, angkanya tentu jauh lebih besar.
Melihat realitas ini, masyarakat menuntut Pemerintah Kabupaten Jepara bersikap tegas.
Mereka berharap pemkab tidak menutup mata terhadap praktik penjualan LKS yang dirasa memberatkan wali murid.
“Jangan hanya diam, seolah-olah persoalan ini tidak ada. Pemkab harus hadir dan memberi solusi,” tegas DW. (hr)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.