SALATIGA, Kabarjateng.id – Kuasa hukum Ketua Adat Sawe Suma, Alvares Guarino, menyayangkan ketidakhadiran bos tambang Nicholas Nyoto Saputro, yang juga pemilik Koperasi Bahana Lintas Nusantara di Salatiga, pada mediasi yang diinisiasi Polres Salatiga dan dihadiri Forkopimda Salatiga, Rabu (26/6/2024) kemarin.
“Nicho tidak hadir, mangkir dari undangan mediasi tersebut, padahal Forkopimda Salatiga hadir. Ibu Kapolres dan Kasat Intel hadir, Bapak Dandim dan jajarannya hadir, perwakilan Walikota hadir, perwakilan Kejaksaan hadir, perwakilan Denpom hadir, perwakilan Korem hadir,” terang Alvares, saat dihubungi via WhatsApp, Jumat (28/6/2024).

Alvares sangat menyesalkan ketidakhadiran Nicholas Nyoto Saputro, padahal ini adalah undangan resmi yang dihadiri oleh Forkopimda Kota Salatiga. Semua pihak hadir dalam kondisi sejuk dan dengan semangat perdamaian.
“Kenapa Nicho tidak mau hadir? Ini sangat tidak menghargai undangan dari Ibu Kapolres. Sangat disayangkan Nicho mangkir dari acara tersebut. Semoga pada acara mendatang, bos Nicho bisa hadir agar kita dapat menemukan solusi terbaik untuk semua pihak dan tidak mangkir lagi,” ujar Alvares.
Lebih lanjut, Alvares mengatakan akan terus mengupayakan penyelesaian secara kekeluargaan, meskipun Polres Salatiga dan jajarannya meminta upaya hukum.
“Kami belum memutuskan untuk menempuh jalur hukum, karena prosesnya cukup panjang dan hutan sudah dibabat. Yang paling efektif adalah dengan adanya itikad baik dari bos tambang Nicho untuk menyelesaikan secara kekeluargaan,” imbuhnya.
“Jika melakukan upaya hukum, harus menunggu 3 hingga 4 tahun untuk keputusan inkrah (berkekuatan hukum tetap). Selama waktu tersebut, bisa timbul bencana banjir dan longsor yang sangat merugikan warga Sawe Suma,” pungkas Alvares.
Sebagai informasi, konflik antara warga Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua bermula saat investor tambang asal Salatiga, yang juga pemilik Koperasi BLN berniat untuk investasi pembukaan tambang emas.
Setelah serangkaian survei dan pembicaraan dengan ketua adat, pada 20 Februari 2024 terjadi kerja sama sistem bagi hasil. Namun, pihak perusahaan justru membabat hutan tanpa izin terlebih dahulu. Hingga saat ini, pembayaran kompensasi belum juga dilakukan.
Ketua Adat Sawe Suma menginginkan investor tambang tersebut bertanggung jawab atas kerusakan hutan setelah pembukaan lahan. (lim)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.