SEMARANG, Kabarjateng.id – Menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah, Gubernur Ahmad Luthfi mengundang sejumlah pihak terkait di Kantor Gubernur, Selasa (28/10/2025).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Dewan Pengupahan, Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit, serta Satuan Tugas (Satgas) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Provinsi Jawa Tengah.

Dialog itu digelar sebagai langkah konsolidasi dan wadah untuk menyerap aspirasi dari unsur buruh maupun pengusaha, sebelum pemerintah provinsi melakukan pembahasan resmi terkait penetapan UMP.
Dalam arahannya, Gubernur Ahmad Luthfi menegaskan bahwa hingga saat ini regulasi resmi mengenai penetapan upah minimum dari pemerintah pusat belum diterbitkan. Untuk sementara, ia berfokus membangun kekompakan dan kesamaan pandangan antar unsur yang terlibat dalam proses penetapan upah.
“Nanti, begitu regulasi dari pemerintah pusat turun, baru kita bahas secara detail dan menyeluruh,” ujar Luthfi.
Ia menambahkan, dialog tersebut merupakan bentuk komunikasi dua arah yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari serikat pekerja, pengusaha, akademisi, hingga pemerintah. Dengan cara ini, diharapkan tidak ada kesalahpahaman maupun hambatan informasi antar pihak.
Luthfi juga menyampaikan rencananya untuk melanjutkan dialog secara lebih mendalam dengan kelompok perwakilan buruh, pengusaha, dan kalangan akademisi. Tujuannya agar masukan yang diterima bisa menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan formula upah minimum yang berkeadilan.
“Kita harus menyamakan persepsi. Jangan sampai ada dikotomi antara buruh, pengusaha, dan pemerintah yang justru merugikan kedua belah pihak,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa investasi di Jawa Tengah terus menunjukkan perkembangan positif. Hingga triwulan III tahun 2025, realisasi investasi telah mencapai sekitar Rp66 triliun. Dari jumlah tersebut, 65 persen merupakan penanaman modal asing (PMA), sedangkan sisanya merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN).
“Pertumbuhan investasi ini pada akhirnya bermuara pada tujuan utama, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi, menilai bahwa wilayah ini memiliki daya tarik tinggi bagi investor. Selain didukung kawasan industri yang terus berkembang, Jawa Tengah juga memiliki tingkat upah yang dinilai kompetitif.
“Upah di Jawa Tengah relatif kompetitif dan menjadi salah satu faktor yang membuat investor tertarik menanamkan modal di sini,” ujarnya.
Dari sisi pekerja, perwakilan buruh Nanang Setyono menekankan pentingnya menjadikan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai dasar utama dalam perumusan upah minimum. Berdasarkan survei, terdapat sekitar 69 komponen dalam perhitungan KHL yang mencerminkan kebutuhan dasar pekerja.
“Kami berharap data mengenai KHL benar-benar menggambarkan kondisi nyata agar kebijakan yang diambil mampu meningkatkan kesejahteraan buruh,” ungkap Nanang. (rs)









Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.