SEMARANG, Kabarjateng.id – Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) menjadi momen penting bagi pengelola tempat wisata untuk mendengar kritik dan masukan dari pengunjung.
Hal ini turut dirasakan oleh Taman Satwa Semarang atau Semarang Zoo, yang menarik perhatian wisatawan seperti Ali, warga Kabupaten Demak, yang terakhir berkunjung sekitar 14 tahun lalu.

“Saya bingung dengan rutenya. Tidak ada petunjuk jalan, bahkan pintu gerbang juga tidak ada tulisan kebun binatang, hanya tulisan Semarang Zoo,” ujar Ali dengan polos.
Namun, pengalaman berbeda dirasakan Siti, warga Grobogan yang datang bersama keluarganya.
“Tempatnya bagus, dekat dengan tol, mudah dicari,” katanya. Siti menilai akses menuju Semarang Zoo sangat memadai, meskipun tetap ada beberapa hal yang bisa ditingkatkan.
Ali, pengunjung lain asal Kudus, juga memberikan apresiasi terhadap perubahan di Semarang Zoo sejak terakhir ia berkunjung pada tahun 2015.
“Perubahannya drastis. Dibandingkan dulu, sekarang sudah cukup memuaskan,” ujarnya.
Meski demikian, ia menyoroti kondisi jalan di dalam area kebun binatang yang becek saat musim hujan.
Ali berharap ada perbaikan akses dan penambahan koleksi satwa.
“Kalau bisa, gajahnya tidak hanya tiga, tetapi ada beberapa lagi, termasuk anak gajah,” tuturnya.
Senada dengan itu, Kholid, warga Semarang yang baru pertama kali mengunjungi Semarang Zoo sejak pindah dari Tinjomoyo, juga mengapresiasi perubahan yang ada.
“Ternyata memang ada pembaruan. Tempatnya sekarang jauh lebih baik,” ungkapnya.
Ia berharap pengelola menambah koleksi satwa dan menyediakan petugas di setiap sudut untuk membantu pengunjung.
Menanggapi masukan tersebut, Direktur PT Taman Satwa Semarang, Bimo Wahyu Widodo, menjelaskan bahwa pembenahan di Semarang Zoo dilakukan sesuai standar konservasi, edukasi, dan rekreasi.
“Biaya terbesar adalah menciptakan habitat yang menyerupai alam liar untuk satwa. Misalnya, satu ekor gajah membutuhkan lahan minimal 1.500 meter persegi. Jika ada tiga gajah, berarti butuh 4.500 meter persegi,” jelasnya.
Bimo juga menyoroti kebutuhan investasi besar dalam pengembangan Semarang Zoo.
“Setiap hektar lahan membutuhkan lebih dari Rp10 miliar. Dengan luas total 9 hektar, anggaran yang diperlukan mencapai Rp96 hingga Rp100 miliar,” paparnya.
Untuk mewujudkan rencana ini, Bimo berencana berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Semarang, BKSDA, dan Kementerian Kehutanan.
“Kami ingin menjadikan Semarang Zoo sebagai lembaga konservasi tipe A dalam lima tahun ke depan,” katanya.
Visi dan misi Semarang Zoo sebagai lembaga konservasi, edukasi, dan rekreasi terus dikembangkan untuk mendukung pelestarian flora dan fauna sekaligus mendongkrak pariwisata Kota Semarang.
Pengelola berharap tempat ini tidak hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga pusat edukasi yang berkontribusi pada pelestarian lingkungan. (arh)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.