JAKARTA, Kabarjateng.id – Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy, mengenang perjalanan politiknya bersama almarhum Surya Dharma Ali (SDA) yang penuh warna—dari hubungan mentor dan kader, hingga akhirnya berada di kubu politik yang berseberangan.
Rommy menuturkan, tahun 2007 menjadi titik penting dalam hidupnya. Saat itu, ia berniat mundur dari jabatan staf khusus karena mendapat beasiswa Chevening ke Inggris.

Namun, niat tersebut diurungkan setelah SDA memintanya tetap tinggal dan membantunya maju sebagai Ketua Umum PPP.
“Almarhum bilang, ‘Anak buah ibumu banyak yang jadi Ketua DPC. Kamu pasti bisa bantu.’ Karena itu, saya batal berangkat dan ikut memperjuangkan pencalonan beliau,” kenang Rommy, Jumat (1/8/2025).
Bersama sejumlah tokoh PPP seperti Suharso Monoarfa, Emron Pangkapi, Ermalena, Akhmad Muqowam, dan Lukman Saifuddin, Rommy membentuk tim sukses dan menyusuri berbagai daerah demi meraih dukungan.
Usaha itu membuahkan hasil ketika SDA menang tipis di Muktamar PPP di Ancol, Jakarta Utara. Rommy pun dipercaya menjadi Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP.
Menurutnya, posisi itu seharusnya diisi oleh kader yang lebih senior, namun SDA punya pertimbangan sendiri.
“Saya merasa beliau benar-benar sedang mengkader saya. Beliau butuh generasi muda yang siap kerja keras,” katanya.
Rommy bahkan ikut mengantarkan SDA dalam dua muktamar PPP, yakni pada 2007 dan 2011.
Pada muktamar kedua, SDA bahkan secara langsung mengusulkan agar Rommy ditetapkan sebagai Sekjen DPP PPP.
Keberhasilan kepengurusan tersebut terbukti ketika PPP mampu mengembalikan 20 kursi di DPR pada Pemilu 2014, setelah sebelumnya kehilangan jumlah yang sama di 2009.
Namun, hubungan keduanya mulai merenggang usai Pilpres 2014, saat politik nasional terpolarisasi antara Koalisi Merah Putih (KMP) pendukung Prabowo dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pendukung Jokowi. Polarisasi ini turut membelah internal PPP.
Rommy mengaku awalnya mencoba netral. Namun desakan dari mayoritas DPW yang tidak ingin PPP terus terlibat dalam konflik pasca-Pilpres, mendorongnya untuk mengambil sikap.
“SDA adalah pendukung garis keras Prabowo. Beliau bahkan hadir di kampanye akbar Partai Gerindra sebelum Pemilu 2014. Di situlah titik balik, saya harus mengambil jalan berbeda,” ucap Rommy.
Konflik internal PPP memuncak pada 2014-2016, dengan SDA dan Djan Faridz di satu sisi, serta Rommy bersama para senior lainnya di sisi lain, mendukung pemerintahan Presiden Jokowi.
Situasi akhirnya mencair pada April 2016 melalui Muktamar Islah di Asrama Haji, yang menyatukan kembali faksi-faksi di tubuh partai.
“Selamat jalan, Mas Surya. Saya tidak akan sampai di titik ini tanpa bimbingan panjenengan. Kami mencintaimu, tetapi Allah lebih mencintaimu. Semoga engkau mendapat tempat terbaik di sisi-Nya,” ujar Rommy penuh haru.
Penulis: Ahmad Rifqi Hidayat
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.