BOYOLALI, Kabarjateng.id – Kepolisian Daerah Jawa Tengah memberikan klarifikasi terkait pernyataan yang sempat menimbulkan keberatan dari sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) mengenai hasil Operasi Aman Candi 2025.
Dalam konferensi pers pada Selasa (3/6/2025) lalu, disebutkan bahwa terdapat 11 ormas yang diduga memiliki keterkaitan dengan aktivitas premanisme di wilayah Jawa Tengah.

Menanggapi reaksi dari berbagai pihak, Wakapolda Jateng Brigjen Pol Latif Usman menyampaikan klarifikasi saat menghadiri kegiatan peletakan batu pertama pembangunan Gudang Ketahanan Pangan di Boyolali pada Kamis (5/6/2025).
Ia menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak bermaksud menyamaratakan semua ormas sebagai pelaku premanisme.
“Kami ingin meluruskan persepsi publik terkait konferensi pers sebelumnya. Ketika kami menyebut adanya 11 ormas yang terafiliasi dengan aksi premanisme, yang kami maksud adalah keterlibatan individu atau oknum yang mengatasnamakan dan menggunakan atribut ormas tersebut, bukan organisasinya secara keseluruhan,” ujar Wakapolda.
Ia juga menyampaikan permintaan maaf kepada ormas yang merasa dirugikan atau tersinggung, termasuk organisasi pencak silat seperti Pagar Nusa, PSHT, dan lainnya. Wakapolda menegaskan bahwa pihak kepolisian tidak memiliki niat untuk menyudutkan organisasi manapun.
“Kami memahami bahwa penggunaan diksi dalam penyampaian hasil operasi bisa menimbulkan interpretasi yang berbeda. Namun perlu ditegaskan bahwa yang ditindak adalah oknum, bukan institusi atau organisasi secara menyeluruh,” tambahnya.
Terkait beredarnya potongan video konferensi pers di media sosial, Brigjen Latif menjelaskan bahwa cuplikan tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan konteks sebenarnya.
Ia menekankan pentingnya memahami keseluruhan isi pernyataan agar tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Polda Jawa Tengah, menurutnya, tetap berkomitmen dalam memberantas segala bentuk premanisme dan akan bertindak tegas terhadap siapa pun yang terbukti terlibat, sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami sangat membutuhkan peran aktif semua pihak, termasuk ormas dan elemen masyarakat, dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Sinergi ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh warga,” jelasnya.
Mengakhiri pernyataannya, Brigjen Latif kembali menegaskan bahwa Polri tidak pernah mengeneralisasi ormas sebagai pelaku kejahatan, dan ia berharap tidak ada lagi kesalahpahaman yang berkembang di masyarakat.
“Kami mohon maaf atas penggunaan diksi yang mungkin menimbulkan tafsir yang keliru. Sekali lagi kami tegaskan, kami tidak menyebut seluruh ormas terlibat premanisme, melainkan hanya individu yang menyalahgunakan identitas organisasi,” tegasnya.
Ia juga mengajak masyarakat luas untuk bersama-sama memberantas praktik premanisme demi menjaga stabilitas keamanan dan mendorong pertumbuhan pembangunan serta investasi di Jawa Tengah. (ar)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.