BATANG, Kabarjateng.id – Desa Tersono di Kabupaten Batang kini tampil dengan wajah baru setelah berhasil mengatasi persoalan sampah melalui pendekatan mandiri.
Desa yang sebelumnya mengalami kesulitan dalam pengelolaan limbah rumah tangga ini kini memiliki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu dan Terintegrasi (TPSTT) “Bumi Hijau”. Fasilitas tersebut diresmikan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi pada Senin, 6 Oktober 2025.

Kepala Desa Tersono, Abdul Mukti, menjelaskan bahwa program pengelolaan sampah ini telah berjalan sekitar dua hingga tiga bulan.
Dalam pelaksanaannya, masyarakat dilibatkan secara aktif mulai dari proses pemilahan hingga pengumpulan sampah di lingkungan rumah tangga.
“Setiap rumah dikenakan iuran Rp 15.000 per bulan. Petugas mengangkut sampah dua kali dalam seminggu. Sosialisasi juga dilakukan bersama mahasiswa KKN sehingga masyarakat kini mulai terbiasa memilah sampah organik dan anorganik,” ungkap Mukti.
Sampah organik selanjutnya dimanfaatkan sebagai pakan maggot dan bahan pupuk alami, sedangkan sampah plastik dikirim ke tempat daur ulang.
Menurut Mukti, keberhasilan program ini tidak lepas dari keterlibatan aktif warga serta komitmen desa untuk mandiri dalam mengelola sampah.
Salah satu warga, Tin, mengaku senang dengan keberadaan TPSTT “Bumi Hijau”. Ia menilai lingkungan desanya kini jauh lebih bersih dan sehat.
“Dengan iuran yang terjangkau, manfaatnya luar biasa. Lingkungan bersih, udara segar, dan kami jadi lebih peduli memilah sampah,” ujarnya.
Ke depan, sampah organik juga akan dikembangkan menjadi pelet dan pupuk, sementara plastik akan diolah menjadi produk kreatif seperti vas bunga dan sandal.
Bupati Batang, Faiz Kurniawan, menilai TPSTT Tersono merupakan contoh konkret bagaimana desa dapat menjadi pionir dalam pengelolaan sampah.
Ia mengapresiasi peran masyarakat yang tidak menunggu program besar dari pemerintah kabupaten, tetapi justru bergerak lebih dulu.
“Persoalan sampah tidak cukup diselesaikan di level kabupaten saja. Desa harus berperan aktif mengelola sampahnya masing-masing,” kata Faiz.
Ia juga menyoroti pentingnya kesiapan sejak dini, mengingat pertumbuhan industri di Batang terus meningkat.
Pada 2027–2028 diperkirakan ada 32 pabrik beroperasi penuh dengan penyerapan tenaga kerja hingga 125 ribu orang, yang akan memicu peningkatan jumlah sampah.
Pemerintah provinsi bersama kementerian juga telah mendukung langkah ini melalui rencana pembangunan TPST regional di Gringsing dengan kapasitas 100 ton per hari.
Faiz berharap kehadiran Gubernur Ahmad Luthfi di Desa Tersono dapat menjadi penyemangat bagi desa lain untuk menjadikan pengelolaan sampah sebagai prioritas utama.
Gubernur Ahmad Luthfi sendiri memberikan apresiasi tinggi terhadap kreativitas warga Tersono.
Menurutnya, langkah yang dilakukan desa ini merupakan bentuk nyata pengelolaan sampah dari hulu, sehingga beban di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat ditekan.
“Jika seluruh desa meniru Tersono, persoalan sampah di TPA bisa berkurang drastis. Anggaran pengelolaan sampah terbatas, jadi desa harus kreatif dan mandiri,” tegasnya.
Ia pun meminta Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah untuk menjadikan Tersono sebagai lokasi percontohan bagi desa dan kecamatan lain.
Pemerintah pusat telah menargetkan Indonesia bebas TPA open dumping pada 2029. Karena itu, Luthfi mendorong sinergi antarwilayah, termasuk kemungkinan kerja sama antara Kabupaten Batang dan Pekalongan dalam membangun sistem pengelolaan sampah regional.
Lebih lanjut, Ahmad Luthfi menyebut bahwa keberadaan TPSTT “Bumi Hijau” tidak hanya memberikan dampak lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi warga.
Program ini sejalan dengan visi ekonomi syariah dan pemberdayaan masyarakat yang menjadi prioritas pemerintah provinsi.
“UMKM di sekitar Tersono ikut tumbuh. Ini bukti nyata bahwa program lingkungan bisa berdampak langsung pada ekonomi lokal,” ucapnya.
Sebagai catatan, TPSTT “Bumi Hijau” berdiri di lahan seluas 7.000 meter persegi dan melayani tujuh desa di Kecamatan Tersono serta tiga pasar besar: Pasar Tersono, Limpung, dan Bawang.
Sampah organik diproses menjadi pakan maggot dan pupuk kompos dalam waktu 12–15 hari, sedangkan sampah plastik dihancurkan menggunakan incinerator mini berbasis teknologi hidrogen yang efisien.
Saat ini, Kabupaten Batang menghasilkan sekitar 472 ton sampah per hari atau setara 172 ribu ton per tahun.
Namun, baru sekitar 21,89 persen yang berhasil tertangani secara optimal. Banyak TPA masih menggunakan sistem open dumping. Kehadiran TPSTT “Bumi Hijau” diharapkan menjadi langkah awal menuju sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Batang. (di)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.