SALATIGA, Kabarjateng.id – Komisi C DPRD Kota Salatiga menggelar rapat dengar pendapat dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk membahas aktivitas penambangan galian C di kawasan Jalan Lingkar Selatan (JLS), Kamis (19/3/2025).
Pertemuan yang berlangsung di Ruang Garuda, Gedung DPRD Salatiga ini, dihadiri oleh 15 perwakilan dari berbagai instansi terkait.

Ketua Komisi C DPRD Salatiga, Heri Subroto, SE, SH, MH, menegaskan bahwa aktivitas pertambangan di wilayah Warak, JLS Salatiga, menimbulkan berbagai persoalan.
Pelanggaran tata ruang serta ketidaksesuaian izin menjadi poin utama yang disoroti dalam rapat tersebut.
“Kami menemukan bahwa aktivitas pertambangan ini melanggar aturan tata ruang yang telah ditetapkan dalam perda. Tidak boleh ada pembiaran terhadap pelanggaran semacam ini,” ujarnya.
Pelanggaran Tata Ruang dan Perizinan
Dari hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Komisi C, ditemukan bahwa lokasi tambang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Salatiga 2023-2043.
Dalam aturan tersebut, zona pertambangan hanya diperbolehkan di Kelurahan Bugel, Kecamatan Sidorejo, dengan luas sekitar 0,87 hektare.
Namun, faktanya, kegiatan pertambangan berlangsung di Warak, yang tidak termasuk dalam zona yang diizinkan.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Salatiga, Drs. Muthoin, M.Si., mengungkapkan bahwa izin yang dimiliki pengelola awalnya bukan untuk kegiatan tambang, melainkan untuk agrowisata.
“Izin yang mereka miliki tidak sesuai dengan aktivitas yang dilakukan di lapangan. Mereka seharusnya mengelola lahan untuk agrowisata, bukan melakukan pertambangan,” jelasnya.
Selain itu, titik koordinat lokasi tambang yang tercatat dalam perizinan juga tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Bahkan, alamat perusahaan pengelola tambang diduga tidak valid, memperkuat dugaan adanya pelanggaran administratif dalam pengurusan izin usaha.
Penyitaan Alat Berat dan Langkah Penegakan Hukum
Tindakan hukum terhadap aktivitas pertambangan ilegal ini sudah dilakukan oleh Satpol PP Kota Salatiga bersama Polres Salatiga.
Pada 3 Maret 2025, alat berat berupa ekskavator telah disita sebagai bagian dari upaya penghentian operasi tambang.
Namun, ada indikasi bahwa garis polisi sempat dilepas sebelum ada keputusan hukum yang final.
Plt. Kepala Satpol PP Kota Salatiga, Kusumo Aji, SH, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan tindakan tegas di lapangan, namun tetap membutuhkan koordinasi lebih lanjut dengan kepolisian dan pemerintah provinsi.
“Kami telah melakukan penyegelan alat berat di lokasi sebagai langkah awal. Namun, kami masih menunggu arahan lebih lanjut untuk tindakan hukum berikutnya,” ujarnya.
Hingga saat ini, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum mengeluarkan surat resmi yang melarang hasil tambang keluar dari lokasi.
Hal ini menjadi perhatian serius bagi DPRD Salatiga untuk memastikan aktivitas tambang benar-benar dihentikan.
Desakan Penutupan Permanen
Dalam pertemuan tersebut, seluruh OPD yang hadir, termasuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Bagian Hukum, DPMPTSP, serta Satpol PP, sepakat bahwa aktivitas tambang galian C di JLS Salatiga harus dihentikan secara permanen.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga, Drs. Bph Pramusinta, M.Kes., menegaskan bahwa langkah ini perlu diambil agar tidak muncul izin-izin baru yang berpotensi memperumit kondisi.
“Penutupan tambang ini harus dilakukan secara permanen untuk mencegah munculnya perizinan baru yang semakin sulit dikendalikan,” tegasnya.
DPRD Salatiga mendesak Pemerintah Kota dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk segera bertindak guna memastikan tambang tersebut benar-benar ditutup.
Dengan adanya rekomendasi ini, diharapkan aturan yang berlaku bisa ditegakkan sehingga tidak ada lagi aktivitas pertambangan ilegal yang merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar. (di)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.