JEPARA, Kabarjateng.id – Proses mediasi ketiga antara Pemerintah Desa (Pemdes) Daren dan Koperasi Unit Desa (KUD) Sumberharjo mengenai sengketa lahan di Desa Daren, Kecamatan Nalumsari, Jepara, kembali digelar di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jepara.
Namun, jalannya mediasi justru diwarnai persoalan lain, yakni sikap aparat keamanan kantor BPN yang dinilai menghalangi kerja jurnalis.

Beberapa wartawan yang datang untuk meliput kegiatan tersebut mengaku tidak diperkenankan masuk ke area kantin belakang, lokasi yang berdekatan dengan ruang mediasi.
Padahal, para pewarta berencana menunggu jalannya pertemuan agar bisa mendapatkan keterangan seusai mediasi.
Seorang jurnalis media daring berinisial H menceritakan bahwa dirinya bersama rekan-rekan wartawan serta pengurus Yayasan Konsorsium LSM Jepara langsung dihadang security saat mencoba masuk.
“Kami diminta menunjukkan undangan resmi dari BPN. Padahal kehadiran kami berdasarkan undangan Pemdes Daren. Identitas sebagai wartawan juga sudah kami tunjukkan,” ungkapnya, Selasa (26/8/2025).
Pihak keamanan beralasan area kantin hanya diperuntukkan bagi pegawai BPN. Namun, keterangan berbeda disampaikan oleh pengelola kantin, Ibu Ana, warga Desa Krapyak.
“Kantin ini sebenarnya terbuka untuk masyarakat umum, tidak hanya khusus karyawan BPN,” tegasnya.
Para wartawan menekankan bahwa mereka tidak bermaksud meliput jalannya mediasi di dalam ruangan karena memang tertutup untuk publik.
“Kami hanya ingin menunggu di luar dan memperoleh keterangan setelah pertemuan selesai. Tidak ada pengambilan gambar maupun video di ruang mediasi,” jelas H menambahkan.
Sementara itu, jalannya mediasi sendiri berakhir buntu tanpa kesepakatan. Sesuai rencana, pertemuan lanjutan akan dilakukan melalui forum luar biasa di Balai Desa Daren pada Selasa, 2 September 2025 mendatang.
Dari pihak LSM, seorang narasumber berinisial S menyayangkan tindakan aparat keamanan BPN yang dinilai kurang memahami fungsi pelayanan publik.
Menurutnya, bagian Humas seharusnya memberikan pembekalan kepada petugas keamanan terkait komunikasi publik dan prinsip keterbukaan informasi.
“Pers memiliki hak mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Menghalangi tugas wartawan sama saja menghambat masyarakat mendapatkan informasi,” tegas S.
Ia juga mengingatkan bahwa kewajiban badan publik untuk bersikap transparan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Hak masyarakat untuk tahu itu dilindungi undang-undang. Karena itu, semestinya semua pihak mendukung keterbukaan, bukan malah membatasi,” pungkasnya. (Heri)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.