SEMARANG, Kabarjateng.id – Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, melakukan audiensi Permasalahan PPDB dengan orang tua murid terkait permasalahan penganuliran piagam dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Mbak Ita, sapaan akrabnya, akan berkomunikasi langsung dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng untuk membahas nasib anak-anak yang terdampak.

Dalam Audiensi Permasalahan PPDB, Mbak Ita menyebut bahwa orang tua maupun murid sebenarnya sudah tidak mempermasalahkan dianulirnya piagam marching band tersebut.
Mereka hanya meminta agar pendaftaran tetap bisa dilakukan dengan mengganti piagam yang dianulir dengan piagam lainnya.
Saat ini, dalam sistem PPDB, nama anak-anak yang menjadi korban dugaan pemalsuan piagam oleh oknum yang tidak bertanggung jawab masih terdata.
“Saya lihat orang tua sudah tidak masalah, tapi yang dimasalahkan adalah sistem. Pada saat terakhir daftar ulang, masih ada nama anak-anak yang sebenarnya sudah tidak bisa diterima karena piagam yang sudah dianulir,” ujarnya, Minggu (14/7/2024).
“Kemudian, mereka tahu sudah mepet sekali. Ini yang memerlukan titik temu. Sekarang mereka sudah tidak mempermasalahkan piagam yang dianulir, tetapi orang tua dan siswa ingin piagam lain yang sah bisa dimasukkan sebagai pengganti,” lanjutnya.
Mbak Ita mengakui bahwa dirinya baru memahami masalah ini karena kewenangan penanganan sudah masuk ke Pemprov Jateng.
Namun, karena yang terlibat adalah warga Kota Semarang, ia merasa perlu ikut mengawal agar tahapan-tahapan segera menemukan solusi.
Dirinya berharap, upaya-upaya yang dilakukan dapat memberikan solusi bagi orang tua, siswa, dan Pemprov Jateng.
Ke depannya, Pemkot Semarang akan menerbitkan regulasi terkait beberapa ketentuan yang berhubungan dengan kegiatan kejuaraan pelajar.
“Karena ini tingkat internasional, saya sampaikan bahwa anak-anak tidak tahu bahwa prestasi mereka bukan juara pertama tetapi peringkat ketiga. Informasi yang mereka dapatkan berasal dari pelatih dan media sosial yang dishare ke orang tua murid. Ini menjadi pembelajaran untuk Pemkot Semarang agar melakukan evaluasi ke depan,” paparnya.
Lebih lanjut, Mbak Ita meminta agar tidak berpikir buruk terhadap murid maupun orang tua yang mengalami masalah ini, karena mereka adalah korban dugaan pemalsuan piagam tersebut.
“Anak-anak dan orang tua meminta agar contoh piagam dengan nama anak mereka yang ada di media bisa di-takedown. Anak-anak merasa malu. Ini bukan salah anak-anak, tetapi stigma masyarakat yang menganggap mereka tidak jujur harus diluruskan,” bebernya.
Di sisi lain, Mbak Ita memastikan bahwa Pemkot Semarang siap membantu pendidikan anak-anak kurang mampu yang tidak diterima di sekolah negeri.
Pemkot Semarang juga bersedia memberikan pendampingan psikologis bagi anak-anak yang mengalami trauma akibat kejadian ini.
“Anak tidak mampu bisa dibiayai oleh APBD melalui program beasiswa. Jika bukan dari kategori tidak mampu, kami memiliki program Gerbang Harapan untuk membantu mereka sekolah di swasta,” imbuhnya.
Sementara itu, perwakilan orang tua murid, Indah, mengklaim nama anak-anak yang menggunakan piagam marching band internasional secara virtual masih terdata di sistem PPDB. Namun, murid-murid ini tidak bisa melanjutkan proses pendaftaran.
“Nama anak-anak diblok oleh sistem secara otomatis karena jatah jalur prestasi daftar ulang pada tanggal 12 sudah lewat. Mereka dianggap mengundurkan diri,” ucapnya.
Indah berharap, upaya-upaya yang dilakukan Pemkot Semarang ke depan bisa menjadi solusi.
Ia juga meminta masyarakat untuk tidak memberikan stigma negatif terhadap murid-murid yang terlibat dalam masalah ini, karena piagam yang mereka gunakan untuk pendaftaran telah dipalsukan. (day)
1 Komentar